Di zaman ini, terkadang kita mendengar berbagai berita pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh beberapa oknum dengan tujuan tertentu. Namun tahukah anda bahwa hal serupa pernah terjadi beberapa ratus tahun yang lalu. Hanya saja, dokumen yang dipalsukan bukan ijazah sekolah maupun piagam penghargaan, melainkan sanad Al-Quran.
Ya, percaya atau tidak, hal ini pernah terjadi pada abad 6 hijriyah dan diabadikan dalam berbagai kitab sejarah. Modus yang digunakan tentu berbeda dengan zaman sekarang yang menggunakan berbagai aplikasi editing seperti photoshop dan sebagainya. Satu-satunya media yang menjadi kunci pemalsuan saat itu adalah keahlian dalam menirukan tulisan tangan seseorang.
Kisah ini berawal saat salah seorang Wazir daulah Abbasiyah yang bernama Ibnu Hubairoh rohimahulloh hendak mengadakan majlis sama’. Beliau memang dikenal sebagai seorang pejabat sekaligus ulama. Kitab yang akan dibaca dalam majlis saat itu merupakan kitab Al-Ifshoh karya beliau sendiri dalam disiplin ilmu qiroat.
Dalam kitab tersebut, sang Wazir menyertakan berbagai riwayat sanad qiroat yang beliau dapat dari syaikh Mas’ud bin Husain Al-Huly yang juga hadir saat itu.
Majlis yang dihadiri oleh khalayak ramai itu berjalan dengan khidmat seperti biasanya. Namun semua itu berubah saat seorang ahli qiroat yang bernama Syaikh Abul Hasan Al-Bathoihi rohimahulloh merasakan adanya kejanggalan.
Di majlis tersebut, Mas’ud Al-Hully mengaku telah mendapatkan sanad Qiroat ‘Ashim dari seorang Muqri fenomenal yang bernama Ibnu Siwar. Sanad tersebut kemudian ia wariskan kepada sang Wazir Ibnu Hubairoh.
Abul Hasan Al-Bathoihi yang mengetahui fakta bahwa Mas’ud Al-Hully tak pernah talaqqi kepada Ibnu Siwar segera berkata dengan suara lantang:
“Ini merupakan sebuah kedustaan”
Sontak saja, hal tersebut langsung memicu keributan diantara para hadirin.
Tak berapa lama kemudian, sang Wazir segera memanggil Al-Bathoihi dan Mas’ud Al-Huly guna menyingkap fakta yang sesungguhnya.
Di tengah pertemuan, Al-Bathoihi segera meminta seseorang untuk mengambilkan sebuah kitab dari rumahnya. Kitab yang dimaksud adalah kitab Al-Mustanir yang ditulis oleh Ibnu Siwar.
Sang Wazir segera membandingkan kitab Al-Mustanir yang ditulis langsung oleh Ibnu Siwar dengan ijazah sanad Al-Quran yang diakui oleh Mas’ud Al-Hully sebagai tulisan Ibnu Siwar untuknya. Meskipun memiliki kemiripan, akan tetapi nampak perbedaan dari 2 tulisan tersebut.
Saat ditanya kapan ia talaqqi kepada Ibnu Siwar, Mas’ud Al-Hully menjawab:
“Tahun 506 Hijriyah”
Fakta ini semakin menguatkan bahwa ia tak pernah berjumpa dengan Ibnu Siwar. Sebab Ibnu Siwar telah meninggal pada tahun 496 H, atau 10 tahun sebelum tahun 506 H.
Dengan amarah yang memuncak, sang Wazir berkata:
“Semoga Allah ta’ala tidak membalasmu dengan kebaikan, bagaimana mungkin engkau berdusta atas nama Al-Quran? Demi Allah, sendainya engkau bukan seorang yang ‘Alim, niscaya aku sudah menghukummu”
Mulai detik itu, sang Wazir melarang Mas’ud Al-hully menjadi imam sholat.
Semoga Allah subhanhu wata’ala menjauhkan kita dari sifat-sifat yang buruk. Aamiin.
Referensi:
Ma’rifat Al-Qurro, Adz-Dzahabi
Ghoyah An-nihayah, Ibnul Jazari
Status Ustadz Afit Iqwanuddin,A.md.,Lc
Diterbitkan 2 September 2020
Link : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3474999355853790&id=100000312782626