Balada penolakan sifat Istiwa’/bersemayam bagi Allah ternyata bermula dari kisah yang sudah sangat tua dan kuno. Terinspirasi dari warisan Yahudi yang kental dengan nuansa pelecehan terhadap Allah pemilik Arsy yang Agung.
Sejarah kini berulang, kejadian masa silam kembali menyeruak, meski dengan format sedikit berbeda. Pepatah mengatakan :
“Alangkah sama malam ini dengan malam kemarin.” Yang menyedihkan, kesesatan ini banyak digandrungi karena berbalut ketenaran.
Allah ta’ala berfirman :
وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَٰذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ ۚ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: ‘Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud’, dan katakanlah : ‘Hitoh’ (ampunilah kami), niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik. (QS Al-Baqarah : 58-59).
Imam Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menyatakan :
﴿ فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا ﴾ منهم، ولم يقل فبدلوا لأنهم لم يكونوا كلهم بدلوا ﴿ قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ ﴾ فقالوا بدل حطة: حبة في حنطة، استهانة بأمر الله، واستهزاء
Firman Allah ta’ala ; “Lalu orang-orang yang zalim mengganti” maknanya : sebagian dari mereka. Allah tidak mengatakan mereka semua karena tidak semuanya ikut mengganti.
Firman Allah : “mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka” : Mereka mengganti ‘Hittoh’ dengan ‘Hintoh’ untuk meremehkan perintah Allah dan melecehkannya. (Taisir Karimirrahman : 1/53).
Ketika orang yahudi diperintahkan oleh Allah untuk mengucapkan Hitoh (taubat), mereka enggan lalu menambahkan huruf ‘NUN’ pada perintah tersebut, hingga mereka mengucapkan ‘HINTOH’ (gandum) untuk meremehkan perintah Allah.
Perilaku mereka ini kelak di kemudian hari diwarisi oleh sekte Jahmiyyah yang enggan menerima firman Allah ‘Istawaa’ (bersemayam), lalu mereka menambah huruf ‘lam’ hingga mereka mengucapkan ‘Istaula’ (menguasai).
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyatakan :
أَُمِرَ الْيَهُوْدُ بِأَنْ يَقُوْلُوْا : حِطَّةٌ فَأَبَوْا وَقَالُوْا: حِنْطَةٌ لِهَوَانِ
وَكَذَلِكَ الْجَهْمِيُّ قِيْلَ لَهُ : اسْتَوَى فَأَبَى وَزَادَ الْحَرْفَ لِلنُّقْصَانِ
نُوْنُ الْيَهُوْدِ وَلاَمُ جَهْمِيٍّ هُمَا فِيْ وَحْيِ رَبِّ الْعَرْشِ زَائِدَتَانِ
“Orang Yahudi diperintahkan untuk mengatakan ‘Hithoh’ (ampunilah). Mereka enggan, bahkan berkata : ‘Hinthoh’/gandum (menambahkan nun) untuk meremehkan.
Demikian pula orang Jahmiyyah dikatakan padanya : ‘Istawaa’ (bersemayam). Mereka enggan dan menambah satu huruf (lam) untuk melecehkan (istaula/berkuasa).
Huruf ‘nun’-nya orang Yahudi, dan huruf ‘lam’-nya orang Jahmiyyah. Keduanya dalam timbangan wahyu Pemilik Arsy adalah bid’ah.
(Lihat Bait ke. 1923, 1924 dan 1930 dari kitab Qasidah Nuniyyah hal. 111-112 oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah).
Status Ustadz Abul Aswad Al Bayati
Diterbitkan : 29 Juli 2020
Link : https://www.facebook.com/abul.albayaty/posts/3452738588071990