Bertanyalah yang Penting dan Bermanfaat

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, ia berkata:

 

سُئِلَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عن أشْيَاءَ كَرِهَهَا، فَلَمَّا أُكْثِرَ عليه غَضِبَ، ثُمَّ قَالَ لِلنَّاسِ: سَلُونِي عَمَّا شِئْتُمْ قَالَ رَجُلٌ: مَن أبِي؟ قَالَ: أبُوكَ حُذَافَةُ فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: مَن أبِي يا رَسولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ: أبُوكَ سَالِمٌ مَوْلَى شيبَةَ فَلَمَّا رَأَى عُمَرُ ما في وجْهِهِ قَالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، إنَّا نَتُوبُ إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang beliau tidak sukai. Ketika terlalu banyak pertanyaan yang seperti itu, beliau pun marah. Kemudian berkata kepada orang-orang: “Silakan tanyakan kepadaku semau kalian!”.

Lalu seorang lelaki bertanya: “Siapa bapak saya?”. Nabi pun menjawab: “Bapakmu adalah Hudzafah””

Seorang lelaki yang lain bertanya lagi: “Siapa bapakku wahai Rasulullah?”. Nabi pun menjawab: “Bapakmu adalah Salim, pembantu dari Syaibah””.

Ketika Umar melihat raut wajah Nabi, Umar berkata: “wahai Rasulullah, kami semua bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla” (HR. Al Bukhari no. 92).

 

Dalam riwayat yang lain, dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خَرَجَ، فَقَامَ عبدُ اللَّهِ بنُ حُذَافَةَ فَقَالَ: مَن أبِي؟ فَقَالَ: أبُوكَ حُذَافَةُ ثُمَّ أكْثَرَ أنْ يَقُولَ: سَلُونِي فَبَرَكَ عُمَرُ علَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ: رَضِينَا باللَّهِ رَبًّا وبالإسْلَامِ دِينًا وبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ نَبِيًّا فَسَكَتَ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam keluar dari rumahnya, lalu berdirilah Abdullah bin Hudzafah dan ia berkata: “Siapa bapak saya?”. Nabi pun menjawab: “Bapakmu adalah Hudzafah”. Kemudian semakin banyak pertanyaan-pertanyaan yang demikian sampai Nabi berkata: “Silakan tanyakan kepadaku semau kalian”.

Maka Umar pun bersimpuh di atas lututnya, kemudian berkata: “Kami ridha Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami dan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai Nabi kami”. Maka orang-orang pun diam” (HR. Al Bukhari no. 93).

 

FAEDAH

  1. Kepada para ulama dan ustadz, hendaknya bertanyalah pertanyaan yang penting dan dibutuhkan. Jangan bertanya pertanyaan iseng, sekedar ingin tahu, atau yang tidak penting. Al ‘Aini dalam ‘Umdatul Qari (2/113) menyebutkan:

فإن العالم لا يسأل إلا فيما يحتاج إليه ، وفيه كراهة السؤال للتعنت

“Dalam hadits ini ada faedah bahwa seorang ulama tidak ditanya kecuali yang memang dibutuhkan oleh penanya. Dan juga terdapat faedah bahwa dibenci pertanyaan yang muncul karena ta’annut (mempersulit diri sendiri)”.

  1. Bolehnya marah karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting.
  2. Mulianya akhlak Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, walaupun marah, namun beliau tidak mencela dan tidak mengatakan hal yang batil. Bahkan beliau tetap menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak penting tersebut.
  3. Para ulama menjelaskan, bahwa pertanyaan “siapa bapakku?” muncul karena perasaan was-was tentang nasab mereka dan kejadian di masa-masa terdahulu pada orang tua dan kakek-moyang mereka.

Namun pertanyaan seperti ini juga seolah ingin mengetes dan meragukan mu’jizat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam apakah beliau mengetahui kejadian-kejadian di masa lalu. Oleh karena itu Umar bin Khathab menyergah dengan mengatakan: “Kami bertaubat kepada Allah” dan juga mengatakan: “Kami ridha Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami dan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai Nabi kami”.

  1. Di antara pertanyaan yang kurang beradab adalah pertanyaan untuk mengetes seorang ulama.

Wallahu a’lam.

 

 

Ditulis Ustadz Yulian Purnama حفظه الله تعالى.

Diterbitkan Selasa, 16 Februari 2021

 

Link: https://web.facebook.com/yulian.purnama