Bagaimana Kita Menghadapi Perbedaan Pendapat Ulama?

Ketika ulama sunnah berbeda pendapat dalam masalah ijtihadiyyah, yang satu berpendapat A, yang lain berpendapat B. Bagaimana kita menyikapinya?

Prinsipnya, semua perselisihan kita kembalikan kepada dalil. Kita perlu perhatikan:

* apa dalil yang dijadikan dasar oleh ulama tersebut?

* shahihkah dalilnya?

* tepatkah pendalilannya?

Dari sini ada tiga jenis orang:

Pertama: Orang yang mampu menelaah poin-poin ini karena ia punya ilmu terhadap al Qur’an dan as Sunnah dan ilmu alat (bahasa Arab, ushul fiqih, ilmu tafsir, dll) maka ia memilih pendapat yang lebih kuat dalilnya.

Kedua: Orang yang tidak mampu menelaah poin-poin di atas, atau penuntut ilmu pemula, atau orang awam, maka ia memilih pendapat ulama yang lebih ia percayai dan lebih ia yakini keteguhannya dalam berpegang pada dalil. Ini taqlid yang dibolehkan.

Ketiga: Orang yang tidak tahu mana ulama yang lebih diyakini, karena tidak kenal ulama. Maka ia memilih pendapat yang lebih hati-hati dan lebih selamat dari pendapat-pendapat yang ada.

Namun perlu diperhatikan untuk orang kedua dan ketiga:

* Mereka tidak layak dan tidak boleh memperdebatkan, mengomentari, dan membahas masalah yang diperselisihkan. Karena bagaimana mungkin mau membahas, bukankah mereka sekedar taqlid pada ulama dan tidak punya ilmunya?

* Mereka tidak layak menyalahkan pendapat lain yang berseberangan. Bukankah mereka tidak punya ilmunya? Bagaimana mungkin mau menyalahkan? Maksimalnya hanya bisa mengatakan, “pendapat ini yang lebih saya yakini”.

* Yang jadi tujuan utama adalah amalan. Maka tidak perlu anda memperdebatkannya, apalagi anda termasuk orang kedua dan ketiga, yang penting adalah mengamalkannya.

Wallahu a’lam.

Ditulis Ustadz Yulian Purnama حفظه الله تعالى.

Diterbitkan Senin, 2 November 2020

Link: https://web.facebook.com/yulian.purnama